Sabtu, 29 Agustus 2015

CERPEN SEKOLAH KEHIDUPAN { Bagian 4-7 }



Semangat pagi dan salam enterpreneur sahabat setanah Air. 

Ini adalah lanjutan dari cerpen SEKOLAH KEHIDUPAN yang di tulis oleh bapak ANTONIUS TANAN UCEC TKI.

Saya copas di blog ini Karena menanggapi Keluhan dari beberapa teman yang tidak bisa MENYIMAK kelanjutan cerita akibat tertutup oleh banyaknya POSTINGAN teman dalam memposting TUGAS. Dan juga Supaya mempermudah Teman-teman untuk menyimak cerita dengan seksama dan memahami isi cerita yang terkandug di dalam nya, ada begian- bagian penting yang bisa kita pelajari, seperti tulisan yang telah saya tandai dengan warna kuning. .
SELAMAT MEMBACA.

Ucec TkiUCEC SEKOLAH KEHIDUPAN



Novel Sekolah Kehidupan 26 Agustus 2015
4. Selalu Menjadi Pembelajar (SMP)
Pertanyaan Tie tentang ijazah SMP Sekolah Kehidupan membuat Tika menggeleng. 
Lalu katanya serak,“Bertahun-tahun aku bekerja, aku selalu mengeluh dan bertanya,
* mengapa aku tidak dilahirkan dari keluarga yang berkecukupan?
*Mengapa aku tidak dilahirkan di hari yang lebih baik? Pertanyaan ‘mengapa’ itu selalu menghantui benakku. 
Aku telah menghabiskan banyak waktu untuk menyesali semuanya.
Aku juga telah kehilangan waktu untuk belajar tentang arti hidup yang sebenarnya…”
Tie mendekat dan mengusap bahu Tika lembut, ujarnya, “Belum terlambat Tika. 
Akan kuceritakan lagi tentang jenjang Sekolah Kehidupan selanjutnya, apakah kau tertarik?”

Tika menatap Tie dalam-dalam. “Kau begitu fasih bertutur tentang filsafat kehidupan, siapa kau sesungguhnya?”
“Aku sama sepertimu. Seorang buruh migran yang bekerja membanting tulang demi keluargaku di desa, di Indonesia.
 -Aku memperoleh pengetahuan dari beragam bacaan yang kubaca. 
-Aku suka membaca dan belajar, aku kerap membaca kiat-kiat kehidupan dari mereka yang sukses membangun hidupnya, aku juga kerap mengikuti pelatihan yang erat kaitannya dengan entrepreneurship, di sana aku mendapatkan banyak ilmu.”ujarnya.
“Pantas, wawasanmu melebihi usia dan tampilanmu hehe,” Tika mulai tersenyum.
“Begitulah, setelah SMP akan di lanjutkan ke SMA, nah untuk kami para pembelajar Sekolah Kehidupan, SMA berarti Semangat Masuk Akal. Di dalam kalimat itu ada makna yang tersirat cukup dalam, maknanya setiap manusia yang memandang masa depannya dengan serius, di dalam menempuh kehidupan yang penuh tantangan ini, memiliki semangat saja tidak cukup, ia harus mempunyai strategi-strategi kehidupan yang masuk akal. 
Sekolah Kehidupan yang benar dan lengkap tidak hanya menginspirasi dan memotivasi, namun menawarkan cara-cara yang masuk akal tentang bagaimana menempuh impian di masa depan. Masa depan bukan hanya dimenangkan lewat semangat yang meluap-luap, namun juga dibutuhkan persiapan, pelatihan yang kemudian dirangkum menjadi sebuah perencanaan yang matang. 
Menurutku Tika, kau harus berani mencoba merancang dan mewarnai sendiri kanvas kehidupan masa depanmu.”
Langit di sore itu masih berwarna cerah. Hiruk-pikuk di Victoria Park juga masih terlihat. Dua perempuan yang duduk di bangku taman, yang seolah sengaja dirancang untuk menyenangkan para buruh migran ini, mulai terlihat akrab. Percakapan yang terjalin tampak semakin alot dan mengasyikkan.
“Pembicaraan tentang Sekolah Kehidupan semakin membuatku tertarik Tie. Selain itu ada sekolah apa lagi? Tampaknya kau masih menyimpan hal-hal baru yang belum kuketahui.” tanya Tika.
“Hehe, ada lagi namanya STM, ini bukan berarti Sekolah Teknik Menengah lho, tapi memiliki arti Sanggup Tidak Miskin…”
“Maksudnya? Sanggup Mengalahkan Kemiskinan, begitu?”Tika balik bertanya.
“Hahaha…” Tie tertawa lepas. 

“Lho, kau kreatif juga rupanya Tik. Kepanjangan STM yang kau sebutkan menunjukkan kalau kau juga kreatif.”
“Lalu, dari STM adakah pengertian tentang Perguruan Tinggi?” tanya Tika lagi.
Tie tersenyum menyaksikan rasa ingin tahu dari Tika yang meluap-luap. Itulah sesungguhnya yang penting yaitu tidak menumpuk keluhan-keluhan tapi menumpuk rasa ingin tahu yang akan mendorong kita mencari jawaban dan kunci rahasia kenapa manusia dapat mengubah nasib secara drastis.

(bersambung)







Novel Sekolah Kehidupan 27 Agustus 2015
5. Perguruan Tinggi Sekolah Kehidupan

Tika yang mulai asyik berbincang mengajukan sebuah pertanyaan kreatif kepada Tie tentang apa itu arti PT atau Perguruan Tinggi di Sekolah Kehidupan.
“Hmmm….ini memiliki makna yang cukup mendalam, di Sekolah Kehidupan, Perguruan Tinggi memiliki arti Perseroan Terbatas, artinya kau telah berhasil menjadi pemilik sebuah PT atau perusahaan yang terdaftar, legal dan berani membayar pajak. 
Inilah jenjang paling tinggi untuk Sekolah Kehidupan, di sini kau sudah dapat:
-Menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirimu sendiri dan bagi orang lain secara formal,
-Sanggup mengentrepreneurkan bakat, talenta atau keahlianmu. 
-Selain itu, Perseroan Terbatas yang kau miliki akan menopang kehidupan orang lain baik itu kehidupan karyawan, pemasokmu dan juga pelangganmu. 
Dengan memiliki Perseroan Terbatas atau PT kau menyatakan telah siap untuk ikut serta menjadi pembayar pajak yang taat. Semua itu mencerminkan bahwa kau telah lulus dari Sekolah Kehidupan, kau berhasil memberikan makna terhadap kehidupan, apakah itu kehidupanmu sendiri, keluargamu, sesamamu dan juga tanah airmu.”tandas Tie.

Wow,”Tika mengerjapkan matanya. Ia kian kagum pada gadis yang duduk di sampingnya. Ia merasa baru kali ini menemukan sosok yang jenius dan mampu memberikan pencerahan pada jalan hidup dan pikirannya.
“Kalau begitu, di mana bisa kutemukan Sekolah Kehidupan itu?”tanyanya serius.
Tie yang sudah bisa menebak apa yang akan ditanyakan Tika, kemudian mengeluarkan sebuah amplop putih dari dalam tasnya. “Terimalah ini, di dalam amplop ini ada informasi penting tentang sebuah Sekolah Kehidupan, sebelum kau membukanya, dengarkan dulu penjelasanku.”
Tika menyimak dengan baik.“Apa yang akan kau jelaskan?”tanyanya.
“Begini, di dalam kelas-kelas Sekolah Kehidupan ada tiga jenis peserta.
*Peserta macam pertama disebut ‘pemain”, mereka adalah pembelajar sejati, memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah Kehidupan. Mereka berani menembus hujan dan segala rintangan demi menyelesaikan tugas, berani menempuh perjalanan panjang dan jika perlu dipotong gaji untuk dapat mengikuti Sekolah Kehidupan, mereka belajar setiap hari dan berusaha belajar sesering mungkin. 
*Peserta Yang kedua adalah ‘penonton’, mereka masih mengunyah informasi-informasi baru, mulai tertarik dengan pembelajaran namun belum terlalu aktif, mereka pendengar namun belum jadi pelaku. Mereka tidak melakukan pekerjaan rumah yang diberikan para pelatih, mereka hanya mau mendengar. Aku berharap kelak mereka akan menjadi ‘pemain’. 
*Dan yang ketiga adalah ‘pelancong’, mereka datang ke acara Sekolah Kehidupan hanya untuk bertemu teman. Mereka datang dan pergi sesuai dengan suasana hati, ketertarikan mereka bukan untuk masa depan.
 Nah, kalau kau nanti membuka amplop ini, aku ingin kau menjadi seorang ‘pemain Tika.” Ujar Tie.
Tika mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian ia menerima amplop yang diberikan Tie dengan perasaan tak menentu, antara rasa gembira dan penuh keingintahuan, semua berbaur menjadi satu. Apa sebenarnya yang berada di amplop putih itu?
(bersambung)




Novel Sekolah Kehidupan 28 Agustus 2015
6. Sekolah Kehidupan UCEC
      Perbincangan Tika dan Tie berlangsung makin akrab namun waktu terus berlalu, sudah tiba saatnya kembali ke rumah majikan masing-masing.
“Oke, sudah saatnya kita berpisah. Berjalanlah kau ke sudut Victoria Park, sementara berjalan, pikirkanlah baik-baik apakah kau serius ingin menjadi ‘pemain’. Kalau kau ragu, di ujung taman ada tempat sampah, buanglah amplop ini tanpa membukanya dan jalani kehidupanmu di Hong Kong seperti hari-hari yang kau lalui sampai majikanmu tidak membutuhkanmu lagi. Namun jika kau memiliki keinginan yang sangat besar untuk menjadi ‘pemain’, buka amplop ini dan baca, kemudian rapatkan ke dadamu, lalu berdoalah pada Tuhan Sang Pemilik Kehidupan, berdoalah agar kau memperoleh bimbingan dan pertolongan dalam menempuh Sekolah Kehidupan, niscaya keberhasilan ada di dalam genggamanmu…”
Sebelum berjalan ke sudut Victoria Park, 
Tika melontarkan pertanyaan yang cukup kreatif lagi pada Tie, tanyanya, “ Namamu Tie, itu nama yang menarik bagi orang Indonesia, jarang orang memiliki nama seperti itu, apakah itu nama panggilan?”
Tie tergelak. “Haha, kau ini lucu Tika, selain lucu kau juga pengamat yang baik. 
Betul Tie adalah nama panggilanku, TIE ini adalah singkatan dari tiga E. Dan memang sesungguhnya nama asliku terdiri dari tiga huruf E, nanti kau akan paham apa arti dari 3 E itu dalam Sekolah Kehidupan. 
Bagaimana dengan namamu sendiri, aslikah?”
Tika tertunduk malu. “Kurasa Ibuku memberikan nama yang salah padaku. Karena nama Tika bisa saja diartikan sebagai Tenaga Kerja Indonesia, jadi dengan begitu aku memang sudah ditakdirkan menjadi TKI…”jawabnya lugas.
Tie mengerjapkan matanya, kemudian ujarnya dengan serius, “Wah kau jangan berkata begitu, alur hidupmu jangan sampai terkunci oleh pemikiran yang terbatas seperti itu. Bukankah Tika bisa juga berarti Tim Entrepreneur Komunitas Indonesia?” ujar Tie sembari tersenyum. Kemudian lanjutnya,“Oke, segeralah berjalan ke sudut taman ini, pikirkan kembali pilihanmu!”
Tika menganggukkan kepalanya, lalu berjalan pelan ke arah sudut taman. Sore mulai berangsur petang di Victoria Park. Hari ini ia merasa benar-benar menemukan sesuatu yang dicarinya, sebuah pencerahan yang memulas semua rasa gundah akibat lulusnya sang sahabat menjadi sarjana. Tika terus berjalan dengan perasaan yang membuncah. Semangatnya kembali timbul. Kemudian, ia melangkah cepat ke ujung taman, keputusan bulat sudah diambilnya. Ia segera membuka amplop yang ada di tangannya. Secarik kertas muncul perlahan, lalu ada kalimat tertulis di sana : Selamat bergabung di Sekolah Kehidupan UCEC komunitas pembelajar entrepreneurship, mari bersama belajar, berubah dan menggapai keindahan masa depan …
Tika tertegun membaca kalimat itu. Dengan tekad bulat akhirnya ia memutuskan untuk ikut dalam pembelajaran Sekolah Kehidupan UCEC yang dilakukan setiap hari Minggu. Ia harus memberikan waktu luang dan meyakinkan majikannya agar bisa ikut. Dari rumah majikannya hingga ke tempat pelatihan, membutuhkan waktu sekitar satu jam. Tika melakukannya dengan senang hati, lalu ia menjalin persahabatan dengan teman baru yang ditemuinya di Sekolah Kehidupan UCEC. Ketiga temannya akrab ia sapa Ati, Cikal dan Bunda.
Ati atau akrab disapa Teh Ati berasal dari Jawa Barat, ia sudah delapan tahun menetap di Hong Kong, 
Cikal berasal dari Jawa Timur, ia telah 5 tahun menetap di tempat yang sama. Sebelumnya Cikal pernah bekerja di Singapura selama dua tahun.
 Kemudian ada Bunda Mey, Tika senang memanggilnya Bunda. Bunda orangtua tunggal dari seorang puteri yang sekarang tinggal bersama neneknya di Semarang. Ia bercerai dengan sang suami yang menikah lagi tiga tahun lalu ketika ia berada di Hong Kong. Mereka menjadi sangat akrab setelah bertemu di kelas pelatihan. Keempatnya kemudian berjanji untuk selalu duduk bersama di kelas tersebut. Hobi mereka yang sama tentang kuliner, akhirnya mencetuskan apa yang mereka mimpikan sejak lama, yaitu bisnis kuliner. Di sinilah mereka kemudian membentuk sebuah kelompok yang diberi nama Kelompok Belajar Kuliner Nusantara.
Melalui kelompok belajar mereka ingin saling memberi semangat, berbagai pengetahuan dan bahu membahu mencapai cita-cita masing-masing. Pesan pelatih yang mengatakan “20% dari pembelajaran akan didapat dari kelas namun 80% dari pembelajaran akan didapat dari mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, entrepreneurship membutuhkan praktek lapangan” ini sangat dipegang oleh kelompok belajar ini. Mereka saling berjanji untuk melakukan tugas dan pekerjaan rumah dengan sebaik mungkin. Mereka saling berjanji untuk melukis masa depan seindah mungkin.
(bersambung)





Novel Sekolah Kehidupan 29 Agustus 2015
7. Catatan Belajar Tika
   Perenungan itu akhirnya berbuah kesepakatan yang menentramkan jiwanya. Gundah gulana yang selama ini mendekam di benak, mencair bersama datangnya waktu yang merambat diam-diam namun pasti. Tika kemudian memutuskan untuk ikut di Kelas Sekolah Kehidupan UCEC. Kegigihan Tie, teman baru yang ditemuinya di Victoria Park dalam meyakinkannya, memberi kebulatan tekad yang mantap pada dirinya untuk ikut di kelas tersebut. 
Tepat pada tanggal 2 Agustus 2015, Tika melangkahkan kakinya ke Olympic House yang tak jauh dari Causeway Bay. Hari pertama bergabung dengan kelompok itu, ada kegugupan yang dirasakan Tika, beragam pertanyaan yang diberikan para pelatih membuatnya berpikir ulang tentang arti kedatangannya di Hong Kong. 
Selama 12 tahun ia bekerja di kota ini, apakah sesungguhnya yang cari? 
*Benarkah hanya sebuah jalan untuk memperbaiki hidupnya? 
*Benarkah ini cara terbaik untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarganya? 
Begitu banyak pikiran-pikiran yang ‘berseliweran’ di benaknya, membuatnya kembali bertanya, apakah yang dilakukannya di negeri ini sudah benar dan sesuai seperti yang ia harapkan? Ah…Tika menghembuskan nafasnya dalam-dalam, semilir angin yang merambat diam-diam, terasa menusuk-nusuk persendiannya.
“Bagaimana, adakah manfaat yang kau peroleh dengan mengikuti pelatihan ini?” tegur Tie tiba-tiba. Gadis itu selalu muncul di saat perasaannya gundah.
Tika memalingkan wajahnya. “Belum seratus persen. Aku masih bingung Tie, hmm… 
*Apakah aku akan mengakhiri hidupku yang begitu berharga cukup sebagai pensiunan BMI?”tanyanya. 
*“Kalau ada pilihan lain yang bisa aku perjuangkan, apakah aku akan tetap memilih menjadi BMI? 
*Mengapa aku membiarkan hidupku selama dua belas tahun melakukan hal yang sama secara berulang-ulang? Tie, bisakah aku memiliki ijasah STM atau Sanggup Tidak Miskin itu?”Cecar Tika menatap tepat ke bola mata gadis bermata indah itu.
Bisu mencengkeram keduanya. Udara musim panas Hong Kong masih menyengat. Tak lama, lampu-lampu nan megah berpendar di setiap pertokoan dan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Hong Kong, beribu harapan ada di sini. Dan Tika harus memutuskan masa depannya dengan tepat.
Di hari Minggu itu adalah hari untuk memikirkan Road Map atau Peta Jalan. Tika mempercepat langkahnya, sementara kepalanya masih memikirkan topic pembelajaran tentang ‘sasaran’, ini adalah sebuah tujuan yang dapat diukur secara waktu maupun angka. Para pembina memberikan contoh padanya tentang apa arti kata ‘peta jalan’.
Tika menyimaknya dengan cermat, ia mendengar ucapan sang pelatih dengan serius berkata demikian, “Coba ungkapkan apa yang ada dalam hati anda selama ini untuk masa depan, mari ambil waktu 5 tahun kemuka atau di tahun 2020, misalnya 5 tahun lagi anda membuka warung lesehan dengan kapasitas 50 tempat duduk, lima tahun lagi anda punya toko sembako dengan penjualan perhari mencapai dua juta rupiah. Akhir tahun 2020, anda membuka katering dengan penjualan minimum 10 juta perbulan, bisa juga membuka bisnis peternakan, apakah itu membuka usaha kolam ikan gurame dengan dua kolam untuk 500 ekor bibit. Kita semua memiliki hak untuk membangun impian masa depan…yuk bangun impian dengan sengaja dan mata terbuka lalu berpikir bagaimana cara mencapainya?”
Tika mengerutkan keningnya, meski belum paham betul, ucapan sang pelatih membuatnya kian bersemangat untuk terus mengikuti jalannya pelatihan. Dari pelatihan tersebut, akhirnya menggiring ia untuk tidak perlu takut lagi dalam membuat sasaran yang besar. Sebab melalui sasaran yang besar dapat dibagi menjadi sasaran-sasaran yang lebih kecil dan saling sambung-menyambung, sehingga pada akhirnya akan meningkat mendekati yang besar. Dan 
Tika membenarkan, kalimat yang berbunyi ‘bukankah sasaran yang besar itu bila kita merintisnya tahap demi tahap dan dengan penuh kesetiaan maka bisa mencapai yang diidamkan. Contohnya seorang anak yang berusia enam tahun, ia ingin menjadi sarjana, bisakah hal itu terwujud? Jawabannya pasti bisa asalkan ia mengikuti sasaran-sasaran yang lebih kecil terlebih dahulu, misalnya dengan mendapatkan ijasah SD, lalu ijasah SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi.’
Tika menyimpan itu dalam hatinya. Ia menyelesaikan pelatihan minggu pertama di Kelas Sekolah Kehidupan UCEC itu sambil berkata, “Akan tiba saatnya aku menjadi tour leader untuk hidupku sendiri. Aku ingin memiliki pilihan yang jitu dalam hidup ini, aku akan merancang hidupku seindah mungkin dan berani membayar harga dengan kerja dan belajar lebih keras lagi.” Janjinya.
Itu lembar kedua yang sudah ditulis Tika dalam catatan harianya. Ia merenung sejenak, ada banyak hal yang berkecamuk di kepalanya. Ia ingin menulis kembali catatan-catatan yang dirasanya penting, untuk itu ia akan menghubungi teman yang sama-sama dengan dia duduk di kelas. Ia hendak bertukar pikiran tentang beragam hal yang didapatkannya di hari pertama. Semangat Tika kian menggebu. Sekarang ada peluang untuk mengubah masa depan, ada titik cahaya di kejauhan sana, ada sebuah pintu di ujung jalan. Bila terus berinovasi, berjuang dan berdoa maka keberhasilan bukan mustahil diperoleh.
(bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar