Novel Sekolah Kehidupan 12 September 2015
21. Suti Menjadi Direktur Perusahaan
Hong Kong terlihat cerah di pagi hari. Di sudut taman yang penuh pepohan dan beragam bunga yang tertata rapi, Tika duduk sejenak. Ia membuka catatannya dan membaca satu-persatu torehan yang ditulisnya selama mengikuti pelatihan.
Tepat pukul 22.00 waktu Hong Kong, ia dan grup belajar Kuliner Nusantara, usai mengikuti pelatihan akan berkumpul di tempat yang sama untuk mendengarkan skype dari Suti. Ia, Ati, Bunda dan Cikal, semakin penasaran menunggu kisah-kisah yang akan dituturkan perempuan hebat itu. Laptop yang baru dibeli Tika ada di dalam tas, diam membisu menunggu sang majikan menghidupkannya. Usai pelatihan, empat perempuan ini langsung mengerumuni laptop Tika. Tak lama, suara merdu Suti terdengar dari seberang.
“Hai semua, apa khabar? Kalian baru selesai ikut pelatihan ya? Bagaimana pekerjaan kalian selama seminggu ini? Apakah majikan kalian masih bersikap seperti biasa? Tidak marah-marah lagi kan mereka haha…” tawa Suti terdengar.
Tika dan teman-temannya ikut tertawa. “Semua aman terkendali Mbak Suti,” jawab Cikal dengan suara merdunya.
“Oke, mari kita lanjutkan kisahku, setelah lima tahun bergabung sebagai tenaga penjual dan berhasil naik pangkat menjadi Senior Sales Associate dan aku menyelesaikan studi bisnis manajemenku, Pak Budi pensiun. Sosok yang memiliki jiwa entrepreneur itu bukan tipe yang suka berdiam diri. Ia telah mempersiapkan diri untuk mendirikan sebuah badan usaha yang bergerak di bidang pelatihan penjualan dan bisnis. Nama perusahaannya PT. Bina Cemerlang Pemasaran (PT. BCP). Nah, setelah perusahaan itu jadi, beliau mengajakku bergabung di perusahaannya.”
“Kau terima tawaran itu?” kejar Tika.
“Kau kan sudah mapan di perusahaan yang lama?” ujar Bunda, Cikal dan Ati berbarengan.
“Benar apa yang kalian ucapkan. Namun di sinilah hebatnya Pak Budi, dia menawarkan aku sesuatu yang tak bisa kutolak, meski gaji yang diberikan lebih kecil, aku merasa tawarannya itu sangat berguna buatku.”
“Apa yang ditawarkannya?”potong Ati.
“Pak Budi memberikan aku jabatan direktur, itu jabatan yang sangat prestise bagiku. Di kartu namaku tertulis nama Suti Sumarni Direktur Pemasaran dan Senior Coach, keren, kan? Aku memilih menjadi kapten di kapal kecil dari pada menjadi kelasi di kapal besar,”ucap Suti.
“Wow! Kau benar Suti, keputusanmu tepat!” Puji keempatnya berbarengan.
“Hmm..tampaknya Pintu rejeki lebih terbuka kepada siapa-siapa yang rajin membangun diri ya..” Tika langsung menambah.
“Mereka yang terus mempersiapkan diri, mempertebal kesiapan dan kemampuan akan mampu melihat kesempatan...” Itu komentar Bunda.
“Otak yang terlatih..mampu berpikir cerdas dan mengambil keputusan cerdas.” Cikal tak mau ketinggalan berpendapat.
“Kata direktur terlalu tinggi untuk kita semua, memimpikannya pun tak berani...namun untuk Suti yang terus belajar, berubah dan berinisiatif... sabar menempuh waktu sambil terus bertekun..akhirnya yang tampak mustahil terjadi juga” Ati berbagi kesimpulan setelah berpikir lebih panjang.
“Makasih..makasih....perenungan kalian menyanjung aku.. Aku bersyukur kepada Yang Maha Kuasa” Kalimat Suti terdengar lembut dari kejauhan. Percakapan berlangsung makin seru karena seakan ada semangat dan harapan yang mengalir dan menjadi ruh perbincangan mereka. Tak selalu chatting dan ngobrol itu membuang waktu, ketika belajar menjadi pokok bicara maka obrolan santaipun jadi kesempatan bertumbuh. Di ujung perbincangan tiba-tiba Tika bertanya sebuah pertanyaan yang seakan keluar dari topik.
“Lalu bagaimana kehidupan pribadimu, maaf nih pertanyaan kita agak menyimpang. Kau bilang sudah menikah, di mana kau bertemu dengan suamimu dan apa profesinya, suamimu sarjana juga, kan?”
(bersambung)